\

Senin, 26 April 2010

Berguru pada Seorang Jose Mourinho

Begitu susunan semifinalis Liga Champions (LC) diketahui, diantaranya Barcelona akan berhadapan dengan Inter Milan, banyak orang langsung memplot El Barca bakal medepak I Nerazzurri. Hal tersebut sangat beralasan sebab kiprah I Nerazzurri di musim ini tidak bisa dibilang istimewa. Saat menjamu El Barca di Giuseppe Meazza dalam penyisihan Grup F LC, Javier Zanneti cs hanya mampu menahan Charles Puyol cs dengan skor kaca mata (0-0). Dan ketika mereka bertandang ke Camp Nou-markas Barcelona, pasukan biru hitam itu harus pulang dengan kepala tertunduk setelah dilibas El Barca 2-0. Dengan demikian saat leg pertama semifinal LC mempertemukan kembali tim perwakilan Spanyol dan Italia, El Barca digadang-gadang bakal memperberat langkah I Nerazurri. Euforia publik Catalan kian meledak ketika Maxwell memberikan assist kepada Pedro Rodriques dan mengubah kedudukan menjadi 1-0 untuk El Barca. Namun kegembiraan itu hanya bertahan beberapa menit saja ketika Wesley Sneijder melesakan bola ke sudut kanan gawang yang tak mampu dijangkau kiper Victor Valdes. Skor menjadi imbang 1-1 hingga turun minum.
Babak kedua mulai bergulir, El Barca meningkatkan daya serang, namun langkah Lionel Messi cs nyaris tak sampai memasuki kotak penalti. Pergerakan Xavi Hernandes sebagai dirigen pengatur irama serang El Barca tak bisa bekerja secara optimal. Bahkan sang dewa-julukan Messi-yang banyak diharapkan bisa membuat ‘mukjizat’ tidak mampu berkutik. Tendangan keras La Messiah memang sempat membuat jantung melonjak tetapi tendangan itu mampu dimentahkan kiper Julio Caesar yang penampilannya sangat gemilang pagi itu. Keberanian Pique meninggalkan ‘sarangnya’ dan melesak ke wilayah Caesar memang sempat menghantui Kiper asal Brasil itu namun aksinya itu tak berbuah manis. Alih-alih El Barca merubah kedudukan justru Interlah yang kembali mempercundangi mereka dengan dua gol lewat kaki Maicon dan heading Diego Milito. Kemenangan 1-3 atas Barca membuat Internisti-julukan fans Inter Milan berpesta.
Tidak sedikit orang yang kecewa dan sedih ketika menyaksikan fakta Inter berhasil melibas sang juara Champions musim lalu. Tapi itulah sepak bola. Dalam pengantar penerbit Catatan Sepak Bola-nya Sindhunata, penerbit buku Kompas mengungkapkan di dalam sepak bola kita dapat melihat dan merasakan tragedi, komedi, ketabahan untuk menerima kegagalan, tekad dan keberanian untuk meraih kemenangan. Sepak bola memang membawa tawa. Tetapi sepak bola juga yang membawa tangis. Dan hal itu terbukti ketika para fans Barca menangisi dan menyesali kekalahan tim kesayangan mereka.
Terlepas dari kabut duka yang menghantar kepulangan anak-anak Josep “Pepp” Guardiolla menuju Catalan. Kita patut mengacungi dua jempol untuk allenatore (Italia, Pelatih) Jose Mourinho. Mou-demikian sapaannya kian membuktikan dirinya sebagai seorang pelatih berkelas. Pelatih asal Portugal ini punya curriculum vitae menawan. Dia pernah berhasil membawa tim non-unggulan seperti FC Porto menjuarai Liga Champions musim 2003-04 dan membawa Chelsea melangkah hingga semifinal musim 2004-05. Dan pertandingan dini hari itu kembali menunjukkan jati dirinya sebagai pelatih besar. Disaat banyak publik pencinta bola menjagokan El Barca, Mou tetap optimistis anak asuhnya bisa menjadi juara “Kami telah mencapai babak semifinal dengan cara yang pantas. Tim ini juga memiliki keyakinan dan kapasitas yang mampu mendorong kami untuk menjadi juara,” ujar Mou.
Sang entrenador (Spanyol, Pelatih) Barcelona, Pepp Guardiolla pun mengakui Mou sebagai seorang pelatih yang pintar, jenius. Kepintaran dan kejeniusan seorang Mou tampak ketika ia mengatur anak-anaknya membatasi ruang gerak Xavi dan Messi. Terbukti, kedua pemain itu dibuat mati kutu oleh para defender I Nerrazurri. Kecerdasan Mou juga mengalir dalam diri Sneijder. Mou mengakui langsung peran penting Sneijder. Dia (Mou) bahkan menyebut lebih baik kehilangan satu penyerangnya daripada kehilangan Sneijder. Itulah sebabnya mengapa Mou merasa heran dan mengatakan Madrid sebagai tim aneh karena menyia-nyiakan bakat besar Sneijder dan begitu mudah membuangnya. "Kami bergantung kepada Wesley Sneijder. Tak ada keraguan mengenai hal itu. Ia memiliki gaya yang unik untuk skuad kami. Tanpanya, kami akan menjadi tim yang berbeda. Aneh, pemain yang penting bagi kami hanya menghangatkan kursi cadangan di Real Madrid," ulas Mourinho.
Kemenangan Inter Milan atas Barcelona bisa dikatakan sebagai kesuksesan seorang Mourinho sebagai seorang panglima untuk anak-anaknya di medan perang bernama sepak bola. Lantas, pesan apa yang bisa kita pelajari dari seorang allenatore berjuluk The Special One itu?
Pertama, seorang pemimpin adalah seorang pengatur strategi dan rencana yang handal. Namun strategi dan rencana itu bakal gagal bila tidak ada yang mengoperasikannya. Strategi untuk mengunci celah Messi berakselerasi dan menghentikan umpan Xavi tidak akan tercapai tanpa perjuangan para pemain belakang Inter. I Nerazurri mungkin juga tidak bisa bermain cantik hingga mampu mengungguli El Barca andaikata tak ada seorang Sneijder yang membangun dan mengatur serangan.
Menurut buku Sun Tzu: War and Management, yang dikutip Sindhunata menyatakan, setiap perusahaan (organisasi, pen) masa kini mutlak perlu mempunyai manajer (pemimpin) yang mempunyai sifat seperti panglima jempolan di atas. Perusahaan-perusahaan modern (organisasi) bisa saja membuat pelbagai strategi atau rencana yang baik dan tepat. Namun, rencana itu akan sia-sia tanpa pelaksana yang mampu mengoperasikannya (Sindhunata: 2002).
Kedua, seorang panglima harus mengetahui kemampuan (bakat/talenta) setiap pasukannya. Selain itu panglima juga harus bisa memberi motivasi untuk para serdadunya. Usaha tersebut untuk tetap mengobarkan semangat, daya juang, dan bahkan melahirkan dan mengasah kemampuan para serdadunya itu. Hal tersebut bisa kita pelajari dari optimisme yang dibangun Mourinho serta mengangkat martabat Sneijder sebagai pemain buangan Real Madrid dan menempatkannya sebagai pemain kunci merealisasikan salah satu strategi dan rencananya. Dan itu sudah terbukti, El Barca menjadi tumbal kejeniusan seorang Mourinho. Tunggu apa lagi? Mari kita berguru pada seorang panglima Mourinho dalam medan pertempuran bernama sepak bola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 26 April 2010

Berguru pada Seorang Jose Mourinho

Begitu susunan semifinalis Liga Champions (LC) diketahui, diantaranya Barcelona akan berhadapan dengan Inter Milan, banyak orang langsung memplot El Barca bakal medepak I Nerazzurri. Hal tersebut sangat beralasan sebab kiprah I Nerazzurri di musim ini tidak bisa dibilang istimewa. Saat menjamu El Barca di Giuseppe Meazza dalam penyisihan Grup F LC, Javier Zanneti cs hanya mampu menahan Charles Puyol cs dengan skor kaca mata (0-0). Dan ketika mereka bertandang ke Camp Nou-markas Barcelona, pasukan biru hitam itu harus pulang dengan kepala tertunduk setelah dilibas El Barca 2-0. Dengan demikian saat leg pertama semifinal LC mempertemukan kembali tim perwakilan Spanyol dan Italia, El Barca digadang-gadang bakal memperberat langkah I Nerazurri. Euforia publik Catalan kian meledak ketika Maxwell memberikan assist kepada Pedro Rodriques dan mengubah kedudukan menjadi 1-0 untuk El Barca. Namun kegembiraan itu hanya bertahan beberapa menit saja ketika Wesley Sneijder melesakan bola ke sudut kanan gawang yang tak mampu dijangkau kiper Victor Valdes. Skor menjadi imbang 1-1 hingga turun minum.
Babak kedua mulai bergulir, El Barca meningkatkan daya serang, namun langkah Lionel Messi cs nyaris tak sampai memasuki kotak penalti. Pergerakan Xavi Hernandes sebagai dirigen pengatur irama serang El Barca tak bisa bekerja secara optimal. Bahkan sang dewa-julukan Messi-yang banyak diharapkan bisa membuat ‘mukjizat’ tidak mampu berkutik. Tendangan keras La Messiah memang sempat membuat jantung melonjak tetapi tendangan itu mampu dimentahkan kiper Julio Caesar yang penampilannya sangat gemilang pagi itu. Keberanian Pique meninggalkan ‘sarangnya’ dan melesak ke wilayah Caesar memang sempat menghantui Kiper asal Brasil itu namun aksinya itu tak berbuah manis. Alih-alih El Barca merubah kedudukan justru Interlah yang kembali mempercundangi mereka dengan dua gol lewat kaki Maicon dan heading Diego Milito. Kemenangan 1-3 atas Barca membuat Internisti-julukan fans Inter Milan berpesta.
Tidak sedikit orang yang kecewa dan sedih ketika menyaksikan fakta Inter berhasil melibas sang juara Champions musim lalu. Tapi itulah sepak bola. Dalam pengantar penerbit Catatan Sepak Bola-nya Sindhunata, penerbit buku Kompas mengungkapkan di dalam sepak bola kita dapat melihat dan merasakan tragedi, komedi, ketabahan untuk menerima kegagalan, tekad dan keberanian untuk meraih kemenangan. Sepak bola memang membawa tawa. Tetapi sepak bola juga yang membawa tangis. Dan hal itu terbukti ketika para fans Barca menangisi dan menyesali kekalahan tim kesayangan mereka.
Terlepas dari kabut duka yang menghantar kepulangan anak-anak Josep “Pepp” Guardiolla menuju Catalan. Kita patut mengacungi dua jempol untuk allenatore (Italia, Pelatih) Jose Mourinho. Mou-demikian sapaannya kian membuktikan dirinya sebagai seorang pelatih berkelas. Pelatih asal Portugal ini punya curriculum vitae menawan. Dia pernah berhasil membawa tim non-unggulan seperti FC Porto menjuarai Liga Champions musim 2003-04 dan membawa Chelsea melangkah hingga semifinal musim 2004-05. Dan pertandingan dini hari itu kembali menunjukkan jati dirinya sebagai pelatih besar. Disaat banyak publik pencinta bola menjagokan El Barca, Mou tetap optimistis anak asuhnya bisa menjadi juara “Kami telah mencapai babak semifinal dengan cara yang pantas. Tim ini juga memiliki keyakinan dan kapasitas yang mampu mendorong kami untuk menjadi juara,” ujar Mou.
Sang entrenador (Spanyol, Pelatih) Barcelona, Pepp Guardiolla pun mengakui Mou sebagai seorang pelatih yang pintar, jenius. Kepintaran dan kejeniusan seorang Mou tampak ketika ia mengatur anak-anaknya membatasi ruang gerak Xavi dan Messi. Terbukti, kedua pemain itu dibuat mati kutu oleh para defender I Nerrazurri. Kecerdasan Mou juga mengalir dalam diri Sneijder. Mou mengakui langsung peran penting Sneijder. Dia (Mou) bahkan menyebut lebih baik kehilangan satu penyerangnya daripada kehilangan Sneijder. Itulah sebabnya mengapa Mou merasa heran dan mengatakan Madrid sebagai tim aneh karena menyia-nyiakan bakat besar Sneijder dan begitu mudah membuangnya. "Kami bergantung kepada Wesley Sneijder. Tak ada keraguan mengenai hal itu. Ia memiliki gaya yang unik untuk skuad kami. Tanpanya, kami akan menjadi tim yang berbeda. Aneh, pemain yang penting bagi kami hanya menghangatkan kursi cadangan di Real Madrid," ulas Mourinho.
Kemenangan Inter Milan atas Barcelona bisa dikatakan sebagai kesuksesan seorang Mourinho sebagai seorang panglima untuk anak-anaknya di medan perang bernama sepak bola. Lantas, pesan apa yang bisa kita pelajari dari seorang allenatore berjuluk The Special One itu?
Pertama, seorang pemimpin adalah seorang pengatur strategi dan rencana yang handal. Namun strategi dan rencana itu bakal gagal bila tidak ada yang mengoperasikannya. Strategi untuk mengunci celah Messi berakselerasi dan menghentikan umpan Xavi tidak akan tercapai tanpa perjuangan para pemain belakang Inter. I Nerazurri mungkin juga tidak bisa bermain cantik hingga mampu mengungguli El Barca andaikata tak ada seorang Sneijder yang membangun dan mengatur serangan.
Menurut buku Sun Tzu: War and Management, yang dikutip Sindhunata menyatakan, setiap perusahaan (organisasi, pen) masa kini mutlak perlu mempunyai manajer (pemimpin) yang mempunyai sifat seperti panglima jempolan di atas. Perusahaan-perusahaan modern (organisasi) bisa saja membuat pelbagai strategi atau rencana yang baik dan tepat. Namun, rencana itu akan sia-sia tanpa pelaksana yang mampu mengoperasikannya (Sindhunata: 2002).
Kedua, seorang panglima harus mengetahui kemampuan (bakat/talenta) setiap pasukannya. Selain itu panglima juga harus bisa memberi motivasi untuk para serdadunya. Usaha tersebut untuk tetap mengobarkan semangat, daya juang, dan bahkan melahirkan dan mengasah kemampuan para serdadunya itu. Hal tersebut bisa kita pelajari dari optimisme yang dibangun Mourinho serta mengangkat martabat Sneijder sebagai pemain buangan Real Madrid dan menempatkannya sebagai pemain kunci merealisasikan salah satu strategi dan rencananya. Dan itu sudah terbukti, El Barca menjadi tumbal kejeniusan seorang Mourinho. Tunggu apa lagi? Mari kita berguru pada seorang panglima Mourinho dalam medan pertempuran bernama sepak bola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar