![]() |
images: www.andrea-hirata.com |
Gila. Demikian yang bisa saya katakan usai membaca dwilogi terbarunya Andrea Hirata, Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Penyakit gila nomor satu, ketika Andrea "Ikal" Hirata bekerja sama dengan Penerbit Bentang meluncurkan 2 novel di atas dalam 1 selimut. Hal ini jarang saya temui, untuk koleksi novel saya pribadi tidak ada sama sekali yang bentuknya seperti itu (2 novel dalam 1 kemasan). Hal itulah yang membuat saya jatuh hati pertama kali membeli buku ini. Menarik, lucu, ngemesin, dan tergolong cukup murah untuk 2 novel yang menjadi satu ini. Saya mentaksirnya kalau 2 novel ini tidak disatupadukan harganya berkisar @Rp. 45.000-50.000, sementara untuk 2 karya ini Anda hanya mengeluarkan 76.000. Lebih hemat bukan? Selain penampilan, ada hal lain yang membuat saya memilih dan membeli buku pemuda Belitong itu saat Pesta Buku 2010 di Senayan. Selain dibubuhkan tanda tangan penulisnya sendiri, yang membuat buku ini menjadi lebih spesial, buku ini saya beli dari hasil jerih payah saya selama 6 bulan mengajar. "Lumayan untuk kenangan-kenangan di hari tua nanti," celetukku dalam hati. Lantas, apakah hanya alasan itu saja yang membuat saya membeli buku ini? Tidak. Bukan secara kebetulan saya membeli buku ini, bagi saya tulisan Ikal bagus, meskipun setiap karyanya bagi saya pribadi memiliki tegangan yang berbeda-beda. Karya yang sarat akan budaya, perjuangan/motivasi hidup, nilai-nilai religius, pendidikan, cinta, dan pengetahuan membuat saya tidak ragu-ragu membeli dan membaca buku ini. Ditambah 4 karya sebelumnya sudah mengisi rak koleksi novel pribadi di kamar saya. Jadi, bila melihat tapi tidak membeli karya terbarunya Ikal terasa masih ada yang kurang. Dan rasa itulah yang mengetuk-ngetuk hati saya untuk mendapatkan karya ini. Proficiat buat Andrea "Ikal" Hirata. Boi, karyamu ini sudah kubaca. Bagus kali kau menulisnya, Boi. Andaikan A Ling membacanya kujamin dia pasti terpesona. Untuk karyamu ini, tak usah kau pakai jasa detektif M.Nur, Jose Rizal, Preman Cebol, dan Ratna Mutu Manikam. Dengan ini kau sudah bisa membuat A Ling berpaling dan jatuh pada pelukanmu. Terima kasih pula untuk Penerbit Bentang yang sudah membantu melahirkan karya fenomenal ini.
Penyakit gila nomor dua yang kurasakan ketika pemuda Belitong itu membuatku tertawa terpingkal-pingkal sendirian ternyata di Belitong itu ada detektif swasta sekaliber Sherlock Holmes atau spy layaknya James Bond. Tapi aku berani taruhan, bila membandingkan M.Nur (detektif Belitong) dengan Sherlock Holmes dan James Bond, aku pasang M.Nur. Tak ada detektif/mata-mata di belahan dunia mana pun yang bisa melatih seekor merpati layaknya pak pos, yang bisa pulang pergi mengirimkan surat dari tuannya kepada klien mereka. Detektif seperti itu hanya dijumpai di Belitong, dalam diri M.Nuh bersama merpatinya yang dinamai Jose Rizal. Kalau ada yang mengatakan "Itu khan hanya tokoh fiktif saja," saya akan menjawabnya, itulah kegilaannya Ikal, ia pandai mencari dan membuat tokoh ceritanya di luar frame pikiran manusia. Dan tokoh yang ia buat itu merangsang pembacanya menjadi kagum dan ingin bertemu dengan tokoh seperti itu, seperti ketika Ikal menampilkan tokoh Lintang, pasti banyak pembaca berharap bisa bertemu Isaac Neewton-mu itu, qui genus humanum ingenio superavit (dia yang jenius tiada tara). Ngomong-ngomong tentang Lintang, di karya terbaru ini, Andrea masih menampilkan tokoh Lintang dan tentu kegeniusannya. Hal itu tampak ketika Lintang secara matematis memecahkan konspirasi pemilihan lawan dalam pertandingan catur 17 Agustus.
Karya ini juga membuat saya masuk dalam duka mendalam ketika Syalimah harus kehilangan Zamzami, suami yang sangat ia cintai. Zamzami, seorang suami yang sangat penyayang keluarga, tewas tertimbun tanah ketika mendulang timah. Padahal paginya Zamzami baru saja memberi kejutan kepada Syalimah sebuah sepeda yang lama ia rindukan namun tak ia utarakan kepada suaminya, karena pendapatan keluarga hanya cukup untuk membeli makanan dan sekolah anak-anak mereka. Padahal Syalimah sudah memiliki rencana bahwa malamnya ia, Zamzami, dan anak-anak mereka akan pergi ke pasar malam mengunakan sepeda itu. Namun, keinginan itu terkubur bersamaan dengan terkubur suaminya. Sepeninggalan Zamzami, banyak pria yang ingin menjadikan Syalimah sebagai istri, keluarganya pun mendukung dirinya untuk mendapatkan pengganti Zamzami, namun dengan tegas ia mengatakan bahwa selama hidupnya ia hanya mengenal satu cinta, dan cinta itu hanya ia dapatkan dari seorang pria yakni Zamzami, karena itu ia memutuskan untuk menjanda hingga akhir hayatnya.
Selain tawa dan kesedihan, kisah dalam buku ini juga menonjolkan perjuangan hidup dan kesetaraan gender. Enong (Maryamah), anak dari Zamzami dan Syalimah, di usianya yang tidak muda lagi/lebih tua dari teman-temannya yang mengikuti kursus Bahasa Inggris, tidak canggung mengikuti kursus Bahasa Inggris agar ia bisa menguasai Bahasa Inggris, apalagi bila ia melihat kamus 1 miliar kata pemberian bapanya, ia berjuang melawan sesuatu yang tidak mungkin itu.
Maryamah, demi membalas kebejatan suaminya, ia mengikuti turnamen catur di kampungnya. Catur, yang saat itu menjadi permainan dan pertandingan yang didominasi dan secara tak langsung dimiliki oleh kaum laki-laki berhasil ia jebol. Ia berhasil berhadapan dengan suaminya, selain itu ia juga berhasil membuka seluruh mata kaum laki-laki masyarakatnya, bahwa kaum perempuan juga berhak memainkan catur dan mengambil bagian dalam kompetisi catur yang dibuat saban 17 Agustus di kampungnya.
Andrea "Ikal" Hirata, sudah membuat saya gila dengan karyanya ini. Gila yang sudah ia jangkiti kepada saya membuat saya berani untuk terus berjuang dalam hidup ini, bahkan meraih untuk sesuatu yang tidak mungkin sekali pun. Seperti tokoh Maryamah, dalam novel karya terbarunya ini. Sekali lagi, terima kasih Ikal. Terima kasih Bentang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar