“Kereta bukanlah kereta, sebelum ia dijalankan. Nyanyian bukanlah nyanyian, sebelum ia dinyanyikan. Genta bukanlah genta, sebelum ia dibunyikan. Dan cinta bukanlah cinta, sebelum ia dilaksanakan”
(Gede Prama-Kereta, Genta dan Cinta)
Iklim pada siang hari itu terasa sangat panas seakan-akan membakar kulit, kulit tubuhku yang hitam dibuat menjadi kian legam dan mengkilat karena butiran keringat yang mulai membanjiri sekujur lenganku, seorang temanku pun tak tahan menghadapi iklim yang tak bersahabat seperti ini, kami akhirnya memilih untuk bernaung di sebuah warung yang menjadi langganan kami sekedar untuk pause, membebaskan tubuh dari kegerahan dan membuang dahaga. “mba, pop icenya satu” teriak temanku memesan minumannya, rupanya ia tak bisa menahan lebih lama lagi kekeringan yang terus mencekik kerongkongannya. Bung..lo minum apa? Tanya temanku kepada saya, “waduh...gak usah repot-repot, mau nraktrir ne?” jawabku dengan canda, “Yee, BS (bayar sendiri-sendiri) dong, gw hanya bantu mesenin supaya sekalian pesan” jawab temanku cepat, biasa apa pun makanannya Teh Botol Sosro minumanya, sergahku sambil mencontohi iklan di tv. Tak berapa lama kemudian pesanan kami sudah berada di hadapan kami, kami pun segera menyerumput minuman kami masing-masing, sambil menikmati minuman, saya mengungkapakan niat saya untuk membuat tulisan tentang pengalaman visualisasi beberapa minggu yang lalu, temanku merasa heran kenapa peristiwanya sudah berlalu cukup lama tetapi tulisannya baru hendak keluar, out of date, katanya. Aku hanya bisa terdiam, berpikir tentang pendapat yang disampaikan oleh temanku, apakah aku harus mengurungkan niatku untuk membuat tulisan seputar pengalaman saat visualisasi, atau maju sambil memohon maaf terlebih dahulu dan memohon pengertian dari pembaca untuk bisa memaklumi tulisan saya yang baru nongol kesiangan pasca-visualisasi beberapa pekan silam. Dilemma, mungkin kata yang tepat untuk melukiskan perasaan dan pikiranku saat itu. Entahlah, disaat dahi ini sudah kian berkerut, dan semangat dalam diri kian redup, masih ada saja seberkas cahaya kebijaksanaan yang memberi ilham kepada saya, lebih baik memulai walau terlambat dari pada tidak memulai sama sekali, mungkin (beribu maaf saya sampaikan bila pendapat saya ini salah) hanya sedikit orang saja yang menuangkan pengalamannya (tentang visualisasi) dalam bentuk tulisan, kebanyakan orang hanya meluapkan perasaan secara verbal, Verba volant scriptura manent-kata-kata terbang tetapi tulisan akan tetap tinggal, mungkin mereka yang menuangkan pengalaman visulisasi secara verbal tanpa dibarengi dengan tulisan, dalam kurung waktu sepuluh tahun atau bahkan dua puluh tahun kenangan akan indahnya pengalaman visualisasi akan pudar karena disesaki oleh pelbagai pikiran lain, sedangkan saya yang menuangkan perasaan dalam bentuk tulisan akan tetap terbayang sampai jiwa ini meninggalkan tubuhnya. Karena ilham dadakan itulah akhirnya saya berniat dan membuat tulisan ini.
Visualisasi: Ketika dihadapkan pada pilihan
Setiap manusia pasti pernah dihadapkan pada pilihan, dan setiap pilihan memiliki konsekuensi, mengorbankan yang satu dan menjalani pilihan yang lain. Dan hal itu tidaklah gampang, seandainya anda dihadapkan pada dua pilihan yang sama penting, disaat yang bersamaan dan keduanya menuntut kehadiran anda karena kehadiran anda sangat penting dan dibutuhkan, ibarat memakan buah simalakama, anda pasti merasa bingung memakan buah itu atau tidak memakannya, namun kedua pilihan tersebut mempunyai konsekuensinya masing-masing. Memilih keduanya memiliki konsekuensi memilih yang satu ada konsekuensinya dan tak memilih pun tetap memiliki konsekuensi.
Saya merasa bingung dan merasa serba salah harus menentukan pilihan yang mana, ketika beberapa hari menjelang pementasan dan tinggal dua hari merampungkan pementasan saya mendapat tawaran pekerjaan, saya berpikir untuk membuang dadu, menentukan pilihan mana yang harus saya ambil, menyetujui tawaran pekerjaan dan absen saat gladi bersih, atau sebaliknya melanjutkan terus persiapan visualisasi dan melepaskan rejeki yang berada di depan mata. Berat bagiku untuk membuang pilihan, tapi seperti kata pepatah the show must go on, maka setelah melalui sebuah ‘proses’ saya memilih untuk mengikuti persiapan visualisasi. Memang ada perasaan yang sulit untuk dibahasakan saat saya membuang kesempatan melewatkan rejeki tetapi saya yakin bahwa suatu hari nanti pasti ada kesempatan untuk kedua kalinya, karena saya yakin bahwa Allah itu Maha Pengasih, apalagi pilihan yang saya tekuni demi kebesaran nama-Nya dan demi perkembangan iman umat-Nya, dan benar harapan saya kemudian menjadi kenyataan, dua minggu setelah visualisasi saya mendapat panggilan untuk bekerja dan rejeki yang saya dapat dari pekerjaan tersebut saya gunakan untuk kebutuhan saya mendaftar di salah satu universitas di Jakarta.
Sahabat-sahabatku, setiap pilihan dan akhirnya sampai pada saat anda memilih salah satunya selalu mengandung resiko dan keberuntungan. Keputusan apa pun yang kita ambil, itulah yang terbaik bagi kita; jangan disesali jika akhirnya kurang berhasil. Yang penting, berdoalah dulu kepada Tuhan, agar kita dibimbing-Nya dalam menentukan keputusan terbaik bagi kita.
Visualisasi: Ruang untuk berefleksi
Pada tanggal 5 April 2007, saya mendapat sebuah pesan singkat (SMS) dari salah seorang teman saya yang sedang menyelesaikan gelar sarjananya pada salah satu universitas swasta di kota gudeg, Yogyakarta. Pesannya berbunyi “ Setiap perbuatan baik yang kita lakukan dengan tulus kepada sesama adalah tabungan untuk diri kita sendiri...itulah cara bagaimana kita mengumpulkan poin...merayakan hidup dan menikmati hasil kesehatan jiwa dan raga...apa kataku tentang Yudas yang menjual Yesus hari ini? Perjamuan terakhir sebagai simbol saling mengasihi seumur hidup” hati terdalamku tersentuh selesai aku membaca pesan singkat yang dikirim oleh teman, pesan tersebut seakan mendapat pemenuhannya ketika pementasan visulisasi berlangsung, adegan demi adegan yang ditampilkan menghantar saya untuk masuk secara lebih mendalam ke alam refleksi, tentang penghianatan, ketakutan menghadapi kesulitan, kebohongan, pengorbanan, cinta yang tulus, dan lain sebagainya. Sejujurnya, pengalaman visualisasi sebenarnya mengangkat perilaku-perilaku manusia zaman sekarang, bila tak berlebihan saya mengatakan bahwa sebenarnya banyak dari kita turut menyalibkan Yesus, untuk yang kedua kalinya lewat tutur kata dan perbuatan kita setiap hari. Kalau kita mau terbuka, terkadang kita pun sama seperti Yudas, penghianat. Kita menghianati teman, guru, pasangan, orang tua dan Tuhan dengan membeberkan janji palsu. Kita juga terkadang seperti Petrus, penakut dan pembual yang mengaku setia namun menjadi ciut ketika bahaya menghadangnya. Atau kita juga pernah bersikap seperti Pilatus, selalu mencuci tangan, tak mau tahu dan tak ingin terlibat dalam maslah padahal sikap kitalah yang menjadi sumber masalah, mengambil keputusan tidak bijaksana dan diganti dengan prinsip ABS (Asal Bapa Senang) demi mempertahankan dan menaikan pamor kita dihadapan orang-orang, namun berapa orang yang dapat bersikap seperti Yesus, mencintai semua orang hingga mengorbankan diri-Nya untuk menanggung semua salah dan dosa yang telah kita lakukan. Yesus mengajarkan dan memberi teladan tentang arti sebuah cinta, cinta bukanlah cinta sebelum ia dilaksanakan. Saya akhirnya kembali teringat akan sepatah kalimat yang berbunyi siapa yang berani mencintai ia harus berani berkorban, apakah anda sudah siap untuk mencintai...??
Jika kita tanggap visualisasi bukanlah show atau lakon pada sebuah locus, visualisai lebih sebagai sebuah medium yang membawa anda dan saya ke dalam suatu ruang refleksi tentang sepak terjang kita di bumi ini dan bagaimana kita menata hidup menjadi kian indah baik bagi Tuhan, orang lain dan diri sendiri. Hal inilah yang saya temukan dalam visualisasi kali ini, ia (visualisasi) membawaku masuk ke dalam permenungan dan memberi ajaran moral bagi saya untuk mempercantik tutur kata dan perbuatan saya. Terima kasih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar